Sunday, August 26, 2007

Warga Madura Masih Minder

Sebagian warga Madura minder dalam menegakkan kebenaran. Warga juga trauma berhadapan dengan orang-orang berseragam di instansi pemerintahan. Akibatnya, warga telat mengembangkan potensinya lantaran tidak percaya diri. Celakanya, mindernya warga tak jarang dimanfaatkan pihak yang berseragam tersebut.

Pengamat masalah kemaduraan, Sayuri Rustam, menyampaikan hal tersebut kemarin. Dalam acara kursus politik yang digelar aliansi antarparpol, pria bercambang tersebut menilai saatnya warga Madura bangkit. Dia bilang kebangkitan warga Madura harus ditandai dengan kemajuan dalam berbagai aspek. Di antaranya, kata dia, warga sadar dalam menentukan pilihan politiknya menuju Madura yang lebih baik.

Dia bilang, pada konteks pilkada di Pamekasan, warga diminta sadar dalam politik. Akademisi UCY (Universitas Cokroaminoto Yogyakarta ini) menilai perlombaan politik harus semarak. Kesemarakan dalam pilkada, katanya, harus memunculkan banyak pilihan. Dia beralasan, kian banyak pilihan semakin membuat warga berpikir dalam menentukan pilihan pimpinannya di masa yang akan datang. "Masih penting menggelar pemberdayaan politik rakyat," terangnya dalam kursus politik yang dipandu Moh. Ervan ini.

Pria asal Pamekasan yang lama bermukim di Yogyakarta ini mengaku punya nawaitu politik untuk menjadi calon dalam pilkada mendatang. Dia bilang rencana back to kampung karena diilhami risalah politik Pamekasan. Sayuri katakan kota yang populer dengan Gerbang Salam itu pernah dipimpin orang Yogyakarta (Dwiatmo Hadiyanto). Saat ini, katanya, orang Pamekasan yang ada Yogyakarta pantas back to kampung untuk memajukan tanah kelahirannya. "Boleh kan maju dalam pilkada mendatang jika memenuhi syarat," ujar Sayuri.

Dia menilai pilkada di Pamekasan kurang bersemangat. Dia menduga Pamekasan mirip dengan Yogyakarta dari aspek kota pendidikan. Dia ingin pilkada tidak hanya memunculkan dua pasang calon. Sayuri katakan jika hanya ada dua calon sama artinya dengan kiri dan kanan. Padahal, katanya, di antara kiri dan kanan butuh celah yang lazim dikenal dengan jalan tengah. "Nah, Pamekasan butuh poros tengah baik saya atau bukan saya," dia berdiplomasi dalam kursus politik bertajuk merajut Pamekasan 2008 ini. (abe)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 21 Agt 2007

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home