Sunday, August 26, 2007

Musyawarah Besar Masyarakat Madura

Pokoknya Serius Bikin Provinsi Madura

Tarik ulur mewujudkan Provinsi Madura akhirnya mengerucut. Kelak Madura akan seperti Gorontalo yang sukses mewujudkan wilayahnya menjadi provinsi. Belajar dari keberhasilan itu, ratusan tokoh Madura berkumpul untuk membicarakan cita-cita itu.

Gagasan pembentukan Provinsi Madura itu gagasan lama, sejak 1999, kata Ali Badri. Namun belakangan ide ini terkesan tenggelam. “Tetapi kali ini kami serius mendorong kembali agar Madura menjadi provinsi,” kata Ali Badri, salah satu dari Tim Sembilan yang menggodok pembentukan provinsi.

Rencana pembangunan Madura ini 30 tahun lalu diperjuangkan mantan gubernur Jatim, HM Noer. Berbagai seminar dan deklarasi sudah digelar tetapi tetap saja tanggapan sepi. Tak berhenti, masyarakat Madura menggelar musyawarah besar (mubes) di Heritage Bumi Bapindo, Surabaya pada 1999.

Gagasan pembentukan Provinsi Madura ini dikawal lagi pada mubes kedua di Shangri-la Hotel Surabaya, 2003. Bahkan mubes sempat merekomendasikan pembentukan Yayasan Peduli Madura yang dipimpin anggota DPR RI, Didik J Rachbini. Yayasan ini menghimpun dana partisipasi dalam bentuk iuran warga Madura yang tersebar di Indonesia untuk pembangunan Madura.

Ini belum cukup. Hari ini, Minggu (26/8), masyarakat Madura kembali menggelar mubes ketiga di Hotel JW Marriott, Surabaya. Gawe besar ini akan dibuka resmi oleh Gubernur Imam Utomo. Menurut ketua panitia pelaksana Mubes III, HR Ali Badri Zaini didampingi sekretaris panitia pelaksana, H Achmad Zaini yang ditemui di rumahnya, Sabtu (25/8), acara ini akan dihadiri 1.000 undangan. Mereka terdiri dari profesor, kaum intelektual, pakar ekonomi, pakar politik, para ulama, tokoh Madura, anggota DPR RI, DPRD, dan bupati se-Madura, serta masyarakat Madura lainnya. Jenderal TNI (Pur) R Hartono (mantan Mendagri), Jenderal TNI (Pur) Wismoyo Arismunandar (mantan KSAD), dan Prof Dr Didik J Rachbini (anggota DPR RI) dipastikan hadir.

Pulau dengan 4 juta penduduk tersebut dianggap siap menjadi wilayah baru. Ditambah dengan penduduk yang merantau, angkanya bisa mencapai 17,5 juta. Dengan tokoh-tokoh yang bersemangat mewujudkan keinginan menjadi provinsi baru ini, agaknya Madura mulai menarik perhatian. Paling tidak, dengan masyarakatnya yang 'mengakar' di sepanjang pantai utara Jawa hingga ke pulau lain, sembilan tokoh ini yakin posisi penting Madura akan menjadi nilai penting.

"Madura itu indah, cantik, suci, dan tidak terkontaminasi oleh maksiat. Jika pembangunan jembatan Suramadu selesai, niscaya daerah ini bakal menjadi rebutan dan incaran para investor," puji Ali Badri. Ali Badri merasa cukup percaya diri dengan semua yang dimiliki Madura. Pulau Pagerungan Besar yang masuk Blok Kangean misalnya, memiliki sumber daya alam yang dapat diekspolitasi mencapai 11,74 juta barel minyak dan 947 miliar kubik kondesat. Kekayaan ini seharusnya sudah bisa membuat Madura kaya raya.

Sumber migas juga ada di Pulau Mandangin, Sampang dan Kecamatan Geger, Pamekasan. Berdasarkan data yang diperoleh dari anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia asal Madura, calon provinsi yang sedang ditepuk-tepuk ini memiliki 104 blok migas dan baru 14 blok yang dieksploitasi. Tak ada alasan untuk tidak menjadikan wilayah kering ini sebagai provinsi baru, menurut Ali Badri. "Kami sudah tahu mekanismenya," tegas Ali Badri beberapa waktu lalu.

Dia menambahkan akan lebih dulu melakukan pemekaran wilayah. Kabupaten Sumenep menjadi Kabupaten Kepulauan Sumenep dan Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pamekasan dimekarkan menjadi Kota Pamekasan dan Kabupaten Pamekasan. Jadi, Madura memiliki enam kabupaten/kota. Ini sudah cukup untuk menjadi provinsi yang mensyaratkan lima kabupaten/kota.

Sudah saatnya stigma masyarakat tentang kehidupan di Madura yang lekat dengan atribut kemiskinan dan ketertinggalan dihapus. Kondisi alam yang tandus memang tidak mendukung pertanian. Tak heran bila banyak penduduk Madura merantau untuk mencari sumber ekonomi. Tak sedikit pula yang pulang dengan membawa kemakmuran.

Mereka yang beruntung memetik kemakmuran inilah yang akan menularkan pada masyarakatnya. Seharusnya demikian. Jika tidak, pulau ini akan tetap merana dan ditinggalkan penduduknya. Secara alamiah mereka akan mencari penghidupan yang lebih baik, dengan segala cara, termasuk dengan cara meninggalkan Madura.

Sumber: Surya, 26/08/07